Faujia Helga Soroti Utang Pemda ke Bulog dan Impor Beras

29-04-2025 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI, Faujia Helga Br. Tampubolon, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Foto: Farhan/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Faujia Helga Br. Tampubolon, menyoroti sejumlah permasalahan terkait distribusi pangan nasional, termasuk utang pemerintah daerah (pemda) kepada Perum Bulog serta kebijakan impor beras di Papua Barat Daya. Ia mengingatkan pentingnya stabilitas kepemimpinan dalam menghadapi isu-isu strategis nasional.


"Saya berharap dipuji tak terbang, dihina tak tumbang," ujar Faujia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).


Perlu diketahui, berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang ia dengar, pada tahun 2025 Indonesia ditargetkan akan mencapai swasembada pangan dengan proyeksi produksi beras sebesar 32 juta ton, melebihi kebutuhan domestik sebesar 31 juta ton. Demi mendukung upaya ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp139,4 triliun.


Adanya laporan tersebut, ia mempertanyakan progres realisasi anggaran tersebut. “Sudah jalan atau masih rencana, Pak? Semoga dana yang masuk tahun ini bisa memperkuat infrastruktur pertanian, teknologi, dan pemberdayaan petani,” katanya.


Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Demokrat itu mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah pemda yang memiliki utang kepada Bulog terkait distribusi beras bagi ASN. Ia menyebutkan beberapa di antaranya memiliki utang hingga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar, bahkan ada yang belum terselesaikan selama 10 tahun.


“Masalahnya, tunjangan ASN tidak naik, tapi harga beras naik. Ini jangan dibiarkan,” ujarnya.


Tidak hanya itu saja, Faujia juga menyinggung soal distribusi beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) di Papua Barat Daya yang dilakukan melalui warung, kios, dan pasar dengan harga terjangkau. Ia pun menyoroti kebijakan impor beras ke Papua Barat Daya pada Desember lalu.


Padahal, wilayah tersebut tengah menjalankan program stabilisasi pasokan dan harga pangan. “Bagaimana bisa kita mengimpor dari Pakistan, padahal lahan kita luas dan dana yang disiapkan untuk sektor pangan mencapai Rp139,4 triliun?” tanyanya.


Terakhir, ia mengingatkan agar seluruh pemangku kebijakan tidak abai terhadap masalah utang pemda dan distribusi pangan, karena akan berdampak langsung pada efektivitas program nasional dan kepercayaan publik. “Ini bukan hanya soal teknis distribusi, tapi soal tata kelola dan keadilan kebijakan,” pungkas legislator daerah pemilihan Papua Barat Daya itu. (um/aha)

BERITA TERKAIT
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...
Legislator Kritik PLN yang Utang 156 M Setiap Hari
05-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti soal lonjakan utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau...